Well, and Come... :)

Minggu, 24 Juli 2011

A Mongkey in The Mirror (Part I)

“Hu…!”, itulah gerutu tiap orang jika ngeliatku. Bayangin aja, siapa sih yang nggak eneg liat tampangku?. Tinggi yang cuma “semampai” alias semeter nggak sampai. Hidung yang mancungnya ke dalam, gigi yang nggak mau berbaris alias amburadul. Serta beberapa pernak-pernik alias jerawat yang terus-terusan mencium pipiku. Tapi, yang bikin aku tambah “cantik”, itu loh rambutku ala sapu ijuk. So, yang bikin orang makin heran, aku tetap Pe-De dengan tampangku yang ugly gini. Atawa, mungkin akunya aja yang memang over    Pe-De.

Tahu nggak sih, aku tetap fine walaupun orang ngatain aku nggak kalah ama mongkey. “Enjoy aja lagi”, itulah prinsipku. Kalau orang bilang aku jerawatan, yah aku cuma bilang, “iri, kali”. Bukan cuman itu, kalau Kak Helby liat rambut kriboku, palingan dia bilang, “Direbonding dong rambutnya. Masa rambut ngambang gitu dibiarin. Ditempati ayam bertelur baru tahu rasa kamu!”

 “Biarin aja, it is my style!”, ucapku seraya menjulurkan lidah, kayak anjing yang baru kejar-kejaran ama kucing.

“Ini anak bandel banget sich, susah dibilanginnya!. Kalau nanti nggak ada cowok yang naksir ama kamu, mau jadi perawan tua, Neng?”, kata Kak Helby seakan-akan nyumpahin.

“Idih, jodoh itukan di tangan Tuhan. Kalau Tuhan belum ngasi di dunia, mungkin di akhirat nanti baru dikasi cowok yang lebih ganteng dari Mas Donny kakak itu!”, kataku santai.

“Eh, jangan bawa-bawa nama Mas Donny, dong. Lagian, siapa juga yang akan jamin kamu untuk masuk surga?”, kata Kak Helby yang merasa tersinggung dengan kata-kataku tadi.

“Sorry, deh Kak Helby-ku yang tercantik, termanis, terintelek, terbaik, terhebat, pokoknya yang ter… deh!”

“Kamu pasti ada maunya, nih!. Tumben muji-muji kakak terlalu berlebihan kayak gitu. Sorry, deh Say, kakak nggak punya uang receh, tuch!”

“We…siapa juga yang mau minta duit. Aku cuma bilang apa adanya, kok. Akunya sih cuma pengen…”

“Apa kakak bilang, pasti ada maunya. Kalau kata pribahasa, ada udang di balik batu. Kalau kamu ibaratnya…. ada monyat di balik pohon. Uuppps… sorry, keceplosan. Eh… maksudnya, sorry salah sebut. Trus, emangnya kamu mau apa?. Mau merit, mau traktir kakak, atau malah mau bunuh diri?”

“Ye… aneh-aneh aja, dech. Aku kan cuma mau kakak ngasi tau letak kekurangan aku!”

“Mmmm… kalau kekurangan kamu, kayaknya satu minggu nggak cukup buat dibeberin. Tapi, OK lah!”

“First of all, mulai dari kepala dulu”, kataku nggak sabaran.

“Tapi jangan tersinggung, yah. Kakak cuma bilang yang sebenarnya. Mmm… mata kamu kurang bersinar, bulu mata  kamu nggak lentik. Hidung pesek banget, bibir kegedean. Udah gitu jerawatnya banyak benget lagi. Giginya nggak disiplin banget, rambutmu terlalu… bahkan kribo buanget. Truss….”.

“Stop, stop! Iya…iya deh. Kalau gitu body aja dech!”, kataku sambil mutar-mutarin badan kayak super model yang lagi ada di catwalk.  

“Kamu itu, sebenarnya terlalu pendek, kurus, nggak frofessional, nggak cocok jadi model. Betis kamu kegedean…”

“Cukup-cukup. Kalau aja tadi kakak ngebicarain orang lain, bukan aku, mungkin aja dari tadi aku  udah muntah-muntah. Trus pinsan, dibawa ke rumah sakit, dan diopname selama seminggu bahkan berbulan-bulan. Atawa, karena saking parahnya, aku langsung aja dioperasi kali, yah…?”

“Ha… ha… ha…”, tiba-tiba tawa kami meledak, memecah kesunyian malam. Itulah moment yang paling aku tunggu-tunggu. Melihat kakakku happy, membuatku ikutan happy. Namun, jika kakak sakit, aku nggak boleh ikutan sakit loh, enak aja (he…he…he…). Hmmm, itulah kakakku, Kak Helby Olivia. Nama yang manis untuk kakakku yang manis. Kakakku itu manis, baik, sedangkan aku, boleh dibilang kecut dan pahit (makanan, kali!). Kata orang, aku seharusnya seindah namaku, Elsa Az-Zahra alias Mhy-Mil (nggak nyambung, khan?).

Sekarang aku duduk di kelas III SMP, usiaku udah 15 tahun. Usia yang memang udah bisa dipake untuk lebih dewasa. Namun, teman-teman masih mengganggapku manja, dan mungkin emang terlalu manja. Tapi, asalkan kalian tahu ajha!. Aku ini sebenarnya baik, riang, ramah, murah senyum, de…el… el…(cailee… lagi muji diri sendiri ni…ye…).   

Kehidupanku lumayan mewah. Siapa dulu dong, Papaku adalah seorang direktur perusahaan terkenal, sedangkan Mamaku adalah seorang dokter spesialis (mulai sombong lagi, khan?). Bukannya aku sombong, loch. Tapi, aku cuma bangga dengan job bonyokku  yang menurutku sangat spektakuler (Eits, cuma  menurut aku loh…). Tapi, yang paling aku banggakan, Papa juga punya showroom yang tentunya berhasil. Itung-itung sebagai side- job, alasan Papa. Namun, sebenarnya hal itulah yang paling aku benci. Tau kenapa?. Yup, karena sejak Papaku menggeluti professi barunya itu, Papa sering lupa bercengkerama dengan keluarga. Beliau terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang kedua (jangan nangis don’k, cup…cup…cup).

Kakakaku adalah satu-satunya saudara sekaligus sahabat yang bisa aku ajak bercanda, whenever and wherever. Dengan  catatan asal Kak Helby lagi nggak sibuk kencan ama kuliahnya. Pokoknya, Kak Helby adalah orang yang berarti buat hidupku (selain papa dan mamaku yang tersayang tentunya).

Sekarang kakakku yang manis itu lagi sibuk-sibuknya kuliah di UNHAS jurusan kedokteran. Katanya sih, mau jadi generasi penerusnya Mama. Satu pesannya yang sangat melekat di memory otakku, ”Jadilah generasi muda penerus bangsa, tapi jangan jadi generasi yang terus-terusan muda, kan mustahil…”.
          

Sebenarnya, dulu aku memiliki seorang kakak cowok setelah Kak Helby. Kakkakku yang ke dua bernama Farrell. Namun malang, ketika akan ke Amerika untuk Study Banding, terjadi kecelakaan pesawat terbang. Kecelakaan itu terjadi begitu cepat. Kak Farrell hilang bersama puing-puing pesawat. Emang sih, jenazah Kak Farrell belum ditemukan. Tetapi, Kak Farrell udah diperkirakan tak bernyawa lagi. Karena, menurut pemikiran manusia, siapa sih  yang bisa selamat dari kecelakaan super itu. Apalagi setelah tas dan KTP Kak Farrell ditemukan terapung, mengikuti arah angin dan ombak dengan pasrah.

Kejadian itu seperti baru kemarin terjadi. Padahal, kejadian pedih itu terekam setahun yang lalu. Aku ingin nangis ketika meng-Flashback kisah itu. Di depan mataku sendiri, aku melihat tas biru dan kartu KTP yang nggak lain dan nggak bukan adalah milik kakakku. Tas itu merupakan hadiah aku buat kakak ketika ultah sweet seventeen-nya. Aku sengaja beli hadiah special itu dengan nahan lapar n dahaga selama 2 minggu di skul. Ngebayangin nggak, gara-gara itu aku sempat pingsan ketika upacara bendera. Tapi, lumayanlah, aku dikasi jajan bakso ama Bu Guru, yummy… he…he…he…

Kakak senang banget menerima hadiah itu. Sampai-sampai aku diajak jalan-jalan ke mall. Banyak loh, cewek-cewek yang iri ngeliat aku digandeng ama Kak Farrell. Maklumlah, Kak Farrell itukan wajahnya cover boy  buangetzzz… Di mall, aku dibeliin tas yang mirip dengan tas kakak, tapi warnanya pink. Hati aku bilang kalau Kak Farrell kayaknya nyindir aku. Soalnya, harga tas yang aku kasi kan lumayan murah dan sudah banyak yang punya. Di sekolah aku aja, 49% anak cowok udah punya tas yang style dan warnanya mirip ama tas punya Kak Farrell.

Tapi, negative thinking-ku itu langsung berubah ketika kakak traktir adiknya ini ice cream chocolate, yummy… Jangan senang dulu, positive thinking-ku juga langsung berubah ketika dia ngutang ama adiknya ini buat bayar ice cream itu, sialan…

Tapi, negative thinking aku (beneran) langsung berubah ketika kakak mau ngebelikan aku sebuah boneka pink yang imut. Uh, tapi positive thinkingku (beneran) lagi-lagi juga berubah ketika kakak baru ingat kalau duitnya udah habis…(kasian deh gue …)

(bersambung) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar